LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN SUBLIMASI
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK
“PERCOBAAN
SUBLIMASI”
DISUSUN
OLEH :
NAMA : ZUZI
NOPRIANNI
NPM :
F0I020097
KELAS : 1 A
DOSEN
PENGAMPUH : SUCI RAHMAWATI,
S.Farm,Apt,M.Farm
LABORATORIUM KIMIA ORGANIK
PRODI D3 FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BENGKULU
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
A.
TUJUAN
Tujuan dari percobaan ini adalah :
1.
Untuk melakukan sublimasi dengan baik.
2.
Untuk memilih pelarut yang sesuai untuk sublimasi.
3.
Untuk menjernihkan
dan menghilangkan warna larutan.
4.
Untuk memisahkan
dan memurnikan campuran dengan teknik sublimasi.
B. LANDASAN TEORI
Pada saat ini
seringkali kita melihat di laboratorum, bahkan dalam kehidupan kita sehari-hari
beberapa zat yang tidak murni. Cara memurnikan zat tersebut dapat diperoleh
dengan berbagai cara. Memperoleh suatu senyawa kimia dengan kemurnian yang
sangat tinggi merupakan hal yang sangat esensi bagi kepentingan kimiawi. Bila
zat tersebut merupakan zat cair maka dapat dilakukan metode destilasi untuk memurnikannya.
Sedangkan jika zat tersebut berupa
padatan, maka tekhnik pemisahan dan pemurnian yang dilakukan adalah
dengan menggunakan metode kristalisasi,
namun bila zat padat tersebut bersifat
volatil maka pemurniannya dilakukan dengan metode sublimasi. Sebagai contoh
pada kehidupan sehari-hari adalah proses pengkristalan garam dari air laut.
Pemilihan pelarut didasarkan pada prinsip rekristalisasi
yaitu sampel yang tidak larut dalam suatu pelarut pada suhu kamar tetapi dapat
larut dalam pelarut pada suhu kamar. Jadi rekristalisasi meliputi tahap awal
yaitu melarutkan senyawa yang akan dimurnikan dalam sedikit mungkin pelarut
atau campuran pelarut dalam keadaaan panas atau bahkan sampai suhu pendidihan
sehingga diperoleh larutan jernih dan tahapan selanjutnya yaitu mendinginkan
larutan yang akan dapat menyebabkan terbentuknya kristal, lalu dipisahkan melalui
penyaringan (Lukis, 2010).
Jumlah terkecil pelarut yang digunakan dalam melarutkan
sejumlah padat, disebut larutan jenuh.Tidak banyak zat padat dapat larut dalam
keadaan ini karena dalam keadaan kesetimbangan. Sedikit saja suhu didinginkan,
maka akan terjadi pengendapan. Sejumlah energi diperlukan untuk melarutkan zat
padat, yaitu untuk memecahkan struktur kristalnya (= energi kisi) yang diambil
daripelarutnya (Mayo, 1994).
Jenis pelarut berperan penting pada proses kristalisasi
karena pelarutan merupakan faktor penting pada proses kristalisasi. Kelarutan
suatu komponen dalam pelarut ditentukan
oleh polaritas masing-masing. Pelarut
polar akan melarutkan senyawa
polar dan pelarut non polar akan melarutkan senyawa nonpolar. Vogel (1978)
menjelaskan bahwa pelarut yang terbaik untuk ekstraksi adalah pelarut
yang mempunyai daya
melarutkan yang tinggi.
Hal ini berhubungan dengan
kepolaran pelarut dan kepolaran senyawa yang akan diambil.Terdapat
kecenderungan kuat bagi senyawa polar larut ke dalam pelarut polar dan senyawa
non polar larut ke dalam pelarut non polar (Ahmadi, 2010).
Sublimasi merupakan cara yang digunakan untuk pemurnian
senyawa–senyawa organic yang berbentuk padatan. Pemanasan yang dilakukan
tehadap senyawa organic akan menyebabkan terjadinya perubahan sebagai berikut:
apabila zat tersebut pada suhu kamar berada dalam keadaan padat, pada tekanan
tertentu zat tersebut akan meleleh kemudian mendidih. Disini terjadi perubahan
fase dari padat ke cair lalu kefase gas ( Day, 2002).
Sublimasi zat padat adalah analog dengan proses distilasi
dimana zat padat berubah langsung menjadi gasnya tanpa melalui fasa cair,
kemudian terkondensasi menjadi padatan. Jadi sublimasi termasuk dalam cara
pemisahan dan sekaligus pemurnian zat padat. Untuk bisa menyublim, suatu zat padat
harus mempunyai tekanan uap relatif tinggi pada suhu dibawah titik lelehnya
(Williamson, 1999).
Sublimasi
adalah perubahan es
dari bahan beku
langsung menjadi uap (sublimasi) tanpa
mengalami proses pencairan
terlebih dahulu, karena
proses ini melibatkan suhu
(pembekuan dan pengeringan)
dan tekanan tertentu
(Syafurjaya, 2011).
Sublimasi adalah proses perubahan fasa dari padat menjadi
fase gas. Proses perubahan fase ini terjadi ketika suhu dibawah titik triple dan
tekanan parsial uap lebih rendah dari tekanan saturasi. Dari perspektif modeling,
sublimasi dan penguapan merupakan cara alami untuk mendapatkan formulasi eksplisit
untuk tingkat sublimasi (Reitzle dkk, 2019).
Pemanasan terbalik dilakukan dengan memberikan elemen
pemanas dari bawah wadah. Pemanasan terbalik dilakukan dengan harapan panas
akan berkonduksi melalui lapisan beku bahan yang mempunyai nilai konduktivitas
panas lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan bahan kering berongga, sehingga
waktu yang dibutuhkan untuk proses sublimasi akan lebih cepat (Siregar, dkk.,
2006).
Naftalena,
zat padat hablur
yang tidak berwarna,
berbau kapur barus
yang tajam, titik leleh 80°C, titik didih 218°C, menyumblim jika
dipanaskan. Tidak larut dalam air,
sedikit larut dalam
alcohol, larut dadlam
benzene dan sangat
larut dalam eter chloroform dan
karbondisulfida. Molekulnya terdiri
atas dua lingkaran
benzene berdampingan terikat pada dua atom karbon, jadi terdiri
atassepuluh atom karbon dan delapan atom hydrogen (Anonim,2004).
Rendemen merupakan suatu
nilai penting dalam pembuatan produk. Rendemen adalah perbandingan
berat kering produk yang dihasilkan dengan berat bahan baku. Rendemen ekstrak dihitung berdasarkan perbandingan berat akhir (berat ekstrak yang dihasilkan) dengan
berat awal (berat biomassa sel yang digunakan) dikalikan 100% (Dewitasari,
2017).
Degradasi Naftalena
dimulai melalui multikomponen
enzim Naftalena dioxygenase, yang
mengkonversi Naftalena menjadi cis-Naphthalene dihydrodiol. Yang terakhir
ini berubah menjadi
1,2-dihidroksinaftalena
dengan aksi cis-dihydrodiol dehidrogenase. Pada
titik ini, dua jalur
dimungkinkan. Pembelahan
cincin 1,2-dihidroksi Naftalena mengarah
ke formasi asam o-phthalic ("phthalic
pathway"), yang selanjutnya
dikonversi menjadi intermediet
dalam siklus krebs (Abostate dkk, 2017).
Rekristalisasi adalah teknik pemurnian zat padat padat
dari campuran atau pengotornya yang dilakukan dengan cara mengkristalkan
kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut yang sesuai atau cocok.
Ada beberapa syarat agar suatu
pelarut dapat digunakan
dalam proses kristalisasi yaitu
memberikan perbedaan daya larut yang cukup besar antara zat yang
dimurnikan dengan zat pengotor, tidak meninggalkan zat pengotor pada kristal,
dan mudah dipisahkan dari kristalnya.
Prinsip dasar rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara zat yang
dimurnikan dengan kelarutan zat pencampur atau pencemarnya ( Rositawati,2013).
Keunggulan
kristalisasi pelarut adalah
penggunaan suhu rendah
dan mudah diaplikasikan dengan peralatan sederhana. Pelarut digunakan
pada tahap kristalisasi. Pada tahap ini, terjadi proses kristalisasi
komponen-komponen yang tidak larut dalam pelarut dan mempunyai titik beku yang
lebih tinggi dari suhu yang digunakan akan membeku dan membentuk kristal
(Ahmadi, 2010).
Proses
kristalisasi adalah kebalikan
dari proses pelarutan.
Mula-mula molekul zat terlarut membentuk agregat dengan molekul pelarut,
lalu terjadi kisi-kisi diantara molekul zat terlarut yang terus tumbuh
membentuk kristal yang lebih besar diantara molekul pelarutnya, sambil
melepaskan sejumlah energi. Kristalisasi dari zat murni akan menghasilkan
kristal yang identik dan teratur bentuknya sesuai dengan sifat
kristal senyawanya. Dan
pembentukan kristal ini
akan mencapai optimum bila berada dalam kesetimbangan (Pasto, 1992).
Sublimasi adalah salah satu pemisahan zat-zat yang mudah
menyublim. perubahan wujud zat padat ke gas atau dari gas ke padat. Bila
partikel penyusun suatu zat diberikan kenaikan suhu maka partikel tersebut akan
menyublim menjadi gas, sebaliknya jika suhu gas tersebut diturunkan maka gas
akan segera berubah wujudnya menjadi panas. Gas yang dihasilkan ditampung lalu
didinginkan kembali. Syarat pemisahan campuran pada sublimasi adalah partikel
yang bercampur harus memiliki perbedaan titik didih yang besar sehingga kita
dapat menghasilkan uap dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Begitupun syarat
sampel untuk sublimasi adalah dengan sifat kimia mudah menguap agar mudah
proses sublimasinya. Pada percobaan sublimasi, Pemurnian naftalen dengan
menggunakan proses sublimasi dikarenakan karena sifat naftalen yang mudah
menyublim dan merupakan padatan Kristal yang tak bewarna. Reaksi dari naftalen
berlangsung dengan sangat cepat. Hal ini disebabkan zat padat dalam proses
sublimasi mengalami proses perubahan langsung menjadi gas tanpa melalui fase
cair, kemudian terkondensasi menjadi padatan atau kristalkembali. Sehingga
dalam proses sublimasi, naftalen tidak berubah menjadi senyawa lain, hanya
beubah bentuk (fase) dari padat ke gas (Riswiyanto., dkk, 2003).
Sublimasi adalah wujud zat dari padat ke gas atau dari
gas ke padat. Bila partikel penyusun suatu zat padat diberikan kenaikan suhu
melalui pemanasan, maka partikel tesebut akan berubah fase (wujud) menjadi gas.
Sebaliknya, blia suhu gas tersebut diturunkan dengan cara kendensasi, maka gas
akan segera berubah menjadi padat. Pada dasarnya seblimiasi diterapkan untuk
memisahkan suatu zat dari pengotornya (impuritis) sehingga diperoleh zat yang
lebih murni, kotoran biasanya akan tertinggal dalam wadah akibat
ketidakmampuannya dalam menyublim. Syarat pemisahan campuran dengan menggunakan
seblimasi adalah pertikel yang bercampur harus memiliki perbedaan titik didih
yang besar, sehingga dapat menghasilkan uap dengan tingkat kemurnian yang
tinggi. Seblimasi juga diartikan sebagai proses perubahan zat dari fase padat
menjadi uap, kemudian uap tersebut dikondensasi langsung menjadi padat tanpa
melalui fase cair. (Heru, 2013)
C. ALAT DAN BAHAN
·
ALAT
1.
Cawan penguap
2.
Corong buchner
3.
Bunsen
4.
Kaki tiga
5.
Kapas
6.
Glasswool
7.
Beacker glass
8.
Korek api
9.
Serbet
·
BAHAN
1.
Kapur barus
D. PROSEDUR KERJA
1.
Masukkan 2 gram kapur barus ke dalam cawan penguap
2.
Lalu tutup cawan penguap dengan kertas saring bolongi dan
ikat
3.
Tutup lubang yang ada dibawah corong dengan memasukkan
glasswool ke kapas
4.
Letakkan corong diatas cawan penguap seperti pada video
5.
Panaskan di atas kaki tiga dan lihat uapnya
6.
Lalu ambil corong menggunakan serbet
7.
Amati perubahan yang terjadi
E. HASIL DAN PEMBAHASAN
·
HASIL
Hasil yang didapat dari uji sublimasi terdapat kristal ( berbentuk jarum
kaca).
·
PEMBAHASAN
Pada percobaan terakhir
yaitu sublimasi pada kapur barus ( naftalen). Pemurnian naftalen dengan
menggunakan proses sublimasi dikarenakan karena sifat naftalen yang mudah
menyublim dan merupakan
padatan kristal yang
tak bewarna (Riswiyanto,2003).
Reaksi dari naftalen
berlangsung dengan sangat cepat. Hal ini disebabkan zat
padat dalam proses
sublimasi mengalami proses
perubahan langsung menjadi gas tanpa melalui fase cair, kemudian
terkondensasi menjadi padatan atau kristal kembali. Sehingga dalam proses
sublimasi, naftalen tidak berubah menjadi senyawa lain, hanya beubah bentuk
(fase) dari padat ke gas. Pada percobaan diperoleh berat naftalen murni yaitu
1,68 gram yang sebelumnya berat naftalen adalah 2 gram. Naftalena atau kapur
barus digunakan dalam proses sublimasi. Naftalen yang masih dalam bentuk
kristal dipanaskan hinggam lewati perubahan fasanya. Naftalen merupakan senyawa
yang sangat mudah menyublim. Naftalen mudah diisolasi karena senyawa ini
menyublim dari larutan sebagai serpihan kristal tidak berwarna dengan titik
leleh 80°C. Saat dilakukan pemanasan
secara sistem terisolasi,
naftalen menyublim dengan
menyisakan kristal yang menempel didasar glass wool berupa jarum dan
pipih.
Pada percobaan telah
dilakukan pemurnian naftalen dengan cara sublimasi. Sublimasi adalah salah satu
pemisahan zat-zat yang mudah menyublim, perubahan wujud zat padat ke gas atau
gas ke padat. Bila partikel suatu zat diberikan kenaikan suhu maka partikel
tersebut akan menyublim menjadi gas, sebaliknya jika suhu gas tersebut
diturunkan maka gas akan segera berubah wujudnya menjadi panas. Gas yang
dihasilkan ditampung kembali lalu didinginkan kembali. Syarat pemisahan
campuran pada sublimasi adalah partikel yang bercampur harus memiliki perbedaan
titik didih yang besar sehingga kita dapat menghasilkan uap dengan tingkat
kemurnian yang tinggi begitupun syarat sampel untuk sublimasi adalah dengan
sifat kimia mudah menguap agar mudah proses sublimasinya.
Pada percobaan sublimasi,
pemurnian naftalen dengan menggunakan proses sublimasi dikarenakan naftalen
yang mudah menyublim dan merupakan padatan kristal yang tidak berwarna.
Neftelen yang telah dimasukan pada gelas kimia dibakar dan dipanaskan, reaksi
dari naftalen berlangsung dengan sangat cepat, dimana padatan berubah menjadi
gas, gas tersebut ditangkap oleh kaca pada permukaan gelas kimia yang terdapat
es batu di atasnya. Adanya es batu ini untuk menangkap fase gas dan akhirnya
akan menjadi kristal kembali. Hal ini disebabkan zat padat dalam proses
sublimasi mengalami proses perubahan langsung menjadi gas tanpa melalui fase
cair, kemudian terkondensasi menjadi padatan atau kristal kembali. Sehingga
dalam proses sublimasi, naftalen tidak berubah menjadi senyawa lain, hanya
berubah bentuk dari padat ke gas.
Titik leleh suatu zat
padat adalah suatu temperatur dimana terjadinya keadaan setimbang antara fasa
padat dan fasa cair pada tekanan satu atmosfer, prinsipnya suatu zat bisa
meleleh karena ikatan antarmolekul terputus dimana putusnya molekul itu yang
memerlukan suhu berbeda-beda tergantung pada kekuatan ikatan tersebut, semakin
kuat ikatannya maka semakin tinggi suhu yang dibutuhkan untuk memutuskan ikatan
tersebut. Dengan adanya zat pengotor, ikatan yang terputus akan lebih banyak
atau intinya tergantung pada zat pengotornya. Titik leleh juga bisa untuk
mengukur gaya intermolekul antar senyawa dimana makin tinggi titik leleh maka
makin besar gaya intermolekulernya, beberapa molekul dengan berat molekul sama,
maka molekul yang lebih polar dan struktur molekul yang lebih simetris akan
lebih tinggi. Angka titik leleh dan kisarannya tergantung pada kecepatan
pemanasan, keakuratan pada termometer
yang digunakan dan sifat padatan senyawa yang terdapat pada suatu
padatan yang telah diisolasi, rentang lelehannya harus ditentukan untuk
memastikan identitas dan kemurniannya.
F. KESIMPULAN DAN SARAN
·
KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang
telah dilakukan maka
diperoleh kesimpulan yaitu:
1.
Rekristalisasi
adalah suatu tekhnik
pemisahan zat padat
dari pencemarnya, yang dilakukan dengan cara mengkristalkan
kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut yang sesuai.
2.
Naftalen
dilarutkan dalam air
karena titik didih
air yang jauh
lebih rendah dari
titik didih naftalen.
3.
Menghilangkan warna larutan pada sampel dilakukan dengan
proses pemanasan.
4.
Kristal yang terbentuk yaitu berbentuk jarum yang
menunjukkan bentuk molekul asli dari naftalen.
·
SARAN
Dalam melakukan
praktikum lebih hati hati karena dilakukan pemanasan jika tidak hati hati bisa terkena
panas/ api dari percobaan. Selalu jaga
kebersihan agar tidak mempengaruhi pada hasil praktikum. Dan untuk kelompok
yang praktikum video praktikumnya lebih cepat di bagikan.
DAFTAR
PUSTAKA
·
Ahmadi Ags, 2010.
“Kristalisasi Pelarut Suhu
Rendah Pada Pembuatan Konsentrat Vitamin E Dari Distilat
Asam Lemak Minyak Sawit: Kajian JenisPelarut.” Jurnal Teknologi Pertanian. Vol.
11 No. 1
·
Arsyad, M.N. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan
Istilah. Gramedia. Jakarta.
·
Bird, Tony. 1987. Kimia Fisika untuk Universitas.
Gramedia. Jakarta.
·
Day, R.A dan Underwood. 1987. Analisis Kimia Kuantitatif.
Erlangga. Jakarta.
·
Lukis Agusti Prima, Prof. Dr. Taslim Ersam, 2010. “Dua
Senyawa Mangostin dari Ekstrak n-heksana Pada Kayu Akar Manggis (Garcinia
Mangostana, Linn.) Asal Kab. Nganjuk, Jawa Timur.” Prosiding Tugas Akhir
Semester Genap 2010/2011.
·
Mayo, D.W., Pike, R.M., Trumper, P.K., MicroscaleOrganic
Laboratory, 3rd edition, John Wiley & Sons,New York, 1994, p.90 - 96; 132 –
141
·
Pasto, D., Johnson, C., Miller, M., Experiments and
Techniques in Organic Chemistry ,
Prentice Hall Inc., New Jersey, 1992, p. 43 – 46;5; 387 – 395
·
Rositawati Leokristi Agustina, Citra Metasari Taslim,
Danny Soetrisnanto, 2013. “Rekristalisasi Garam Rakyat dari Daerah Demak untuk
Mencapai SNI Garam Industri”. JurnalTeknoligi Kimia dan Industri. Vol. 2, No. 4
·
Williamson, Macroscale and Microscale Organic
Experiments, 3rd edition, Boston, 1999, p. 122 -126; 39-65

Komentar
Posting Komentar